translate

Rabu, 13 April 2011

Jangan Tergiur Aliran Sesat!


 Oleh: M. Anwar Djaelani

"Saya berpesan kepada anak-anak kita untuk waspada dengan aliran-aliran sesat. Sekarang banyak aliran sesat yang merusak agama kita (Islam)," kata Suryadharma Ali. 

Bagi kita, tak sulit menangkap arah pesan sang Menteri. Bahwa Ahmadiyah adalah salah satu aliran sesat yang dimaksud dia. 
Sudah sangat lama –mulai 1980 dan ditegaskan lagi pada Musyawarah Nasional (MUNAS) VII MUI 2005- Ahmadiyah oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) difatwa sebagai aliran yang berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan serta pengikutnya dihukumi murtad (keluar dari Islam).

Dalam fatwa itu juga dinyatakan, pemerintah berkewajiban melarang penyebaran Ahmadiyah di seluruh Indonesia, membekukan organisasi serta menutup semua tempat kegiatannya.

Apa dasar fatwa MUI itu? Berdasarkan bukti-bukti ajaran Ahmadiyah, sebagaimana tertuang dalam berbagai literatur karya Mirza Ghulam Ahmad dan para tokoh pengikutnya, serta setelah mengkaji ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits serta Ijma’ Ulama. Maka, MUI menetapkan fatwa bahwa Aliran Ahmadiyah, baik Qodiyani ataupun Lahore, sebagai keluar dari Islam, sesat dan menyesatkan.

Fatwa itu diputuskan dalam forum Musyawarah Nasional MUI, forum  tertinggi di MUI, yang diikuti ± 380 ulama dan tokoh Islam dari berbagai ormas Islam, Ketua-Ketua MUI Provinsi, Pimpinan Pondok Pesantren dan PerguruanTinggi Islam di Indonesia.

Kecuali itu, para ulama dari berbagai negeri Islam yang terdiri dari 144 organisasi Islam dan tergabung di organisasi Rabithah ‘Alam Islami dalam keputusannya di Mekkah pada 1973 secara bulat (ijma’) juga menfatwakan Ahmadiyah kelompok yang kafir, keluar dari Islam.

Kekufuran Ahmadiyah juga telah ditetapkan oleh Fatwa ulama negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI), yaitu dalam fatwa Majma’ al-Fiqh al-Islami OKI, melalui keputusannya dalam Muktamar kedua di Jeddah Arab Saudi pada 22-28/12/1985.
Dalam fatwa tersebut dinyatakan: “Sesungguhnya apa yang diklaim Mirza Ghulam Ahmad tentang kenabian dirinya, tentang risalah yang diembannya dan tentang turunnya wahyu kepada dirinya adalah sebuah pengingkaran yang tegas terhadap ajaran agama yang sudah diketahui kebenarannya secara qath’i (pasti) dan meyakinkan dalam ajaran Islam, yaitu bahwa Muhammad Rasulullah adalah Nabi serta Rasul terakhir dan tidak akan ada lagi wahyu yang akan diturunkan kepada seorangpun setelah itu.” Ditambahkan, “Keyakinan seperti yang diajarkan Mirza Ghulam Ahmad membuat dia sendiri dan pengikutnya menjadi murtad, keluar dari agama Islam. Aliran Qadyaniyah dan aliran Lahoriyah adalah sama, meskipun aliran yang disebut terakhir (Lahoriyah) meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanyalah sebagai bayang-bayang dan perpanjangan dari Nabi Muhammad SAW”.

Hentikan, Hentikan!

Kemunkaran harus kita hentikan, sebab –jika tidak- tak hanya si pelaku yang binasa tapi semua akan merugi. Lewat HR Bukhari, Rasulullah SAW menggambarkan perkara ini seperti serombongan orang yang sedang naik kapal. Saat ada penumpang yang melubangi kapal (dengan alasan apapun), maka yang lain harus mencegahnya. Sebab -jika tidak- kapal akan karam, dan itu tak hanya si pelubang yang binasa tapi semuanya. Jadi, cegahlah segera, agar selamat semuanya. 

Perumpamaan di atas mengajarkan, bahwa jika ada yang sesat di sekitar kita maka usahan agar dia kembali kepada yang haq. Pekerjaan mengembalikan yang sesat ke jalan yang benar membutuhkan perjuangan yang tak ringan. Sebab, pada umumnya, pihak yang sesat tak merasa salah dan bahkan merasa benar. “Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (al-Qur’an), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan). Maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk” (QS Az-Zukhruf [43]: 36-37).

Kesesatan adalah dagangan setan yang menggiurkan. Maka, di mata pengikut aliran sesat, tampaklah yang bathil sebagai yang haq. Terlihatlah yang buruk itu sebagai sesuatu yang indah. Pendek kata, bagi mereka, penodaan agama dianggap sebagai kebebasan beragama. Bagi mereka, tak mengamalkan syariat agama secara benar dibaca sebagai manifestasi HAM (Hak Asasi Manusia). “Dan, syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka, lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk” (QS An-Naml [27]: 24).

Maka, lihatlah kesombongan mereka saat diingatkan untuk kembali ke Jalan Allah: “Tuhankah Anda, kok berani menghakimi orang lain sebagai sesat?” Atau, “Hanya Tuhan yang tahu kebenaran yang mutlak. Kebenaran di luar itu relatif. Oleh karena itu, tak seorangpun boleh menyoal keyakinan orang lain”.

Para pengikut dan pendukung aliran sesat merasa bahwa orang-orang di luar mereka itu bodoh. “Apabila dikatakan kepada mereka: ‘Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman’. Mereka menjawab: ‘Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?’ Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu” (QS Al-Baqarah [2]: 13).

Bagi kaum beriman, tetap teguhlah untuk selalu menyeru kepada kebenaran. Nabi Syu’aib a.s. telah memberi teladan. “Syu'aib berkata: ‘Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari-Nya rizki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufiq bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali’.” (QS Huud: [11]: 88).

Sungguh, wahai kaum beriman, tetaplah di jalan Allah! dan jangan tergiur aliran sesat!
 http://www.hidayatullah.com

Tidak ada komentar:

Mengenai Saya

Watampone, sulawesi selatan, Indonesia
Belajar membuat blog, untuk keperluan positif dan tetap kritis

renunganku